Tenaga
kerja merupakan tulang punggung pembangunan yang dalam hal ini adalah
pertumbuhan industri, sehingga kegiatan yang dilakukan mengandung aspek
hubungan sosial, hubungan hukum, dan hubungan antar dan inter organisasi yang
dapat menimbulkan hak dan kewajiban dan dilaksanakan berdasarkan nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila.
Berdasarkan
pasal 27 ayat 2 UUD 1945 Jo. Pasal 1 angka 2 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan disebutkan bahwa Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu
melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi
kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Sehingga diperlukan suatu sikap
sosial yang mencerminkan persatuan nasional, kegotongroyongan, tenggang rasa,
dan pengendalian diri, serta sikap mental dari pelaku dalam proses produksi
yaitu sikap saling menghormati dan saling mengerti serta memahami hak dan
kewajibannya masing-masing. Beginilah hubungan ideal yang diinginkan antara
pekerja dan pengusaha.
Atas
dasar cita-cita mulia tersebut diatas maka keberadaan tenaga kerja dan
pengusaha diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan. Kemudian dalam UU No. 13 Tahun 2003 pasal 104 ayat 1 dinyatakan
bahwa setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat
pekerja/serikat buruh, demikian juga sebaliknya dalam pasal 105 ayat 1
dinyatakan bahwa pengusaha berhak membentuk dan menjadi anggota organisasi
pengusaha.
Ketentuan
lebih lanjut mengenai serikat pekerja/serikat buruh ini diatur dalam
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000. Pasal 1 ayat 1 UU No. 21 Tahun 2000 tegas
dinyatakan bahwa serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk
dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun diluar
perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan
bertanggungjawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan
kepentingan pekerja dan buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh
dan keluarganya.
Melihat
beberapa kententuan yang terdapat dalam UU No. 13 Tahun 2003 dan UU No. 21 Tahun
2000, maka sudah seharusnya pekerja/buruh membentuk suatu wadah yang
terorganisasi dengan baik guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan
kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan
keluarganya.
Selain
daripada itu berikut dasar hukum yang menjamin seseorang dapat aktif berserikat
ataupun membentuk serikat pekerja tanpa perasaan takut atau dibatasi oleh pihak
manajemen atau pihak-pihak lain :
1. UUD
1945 Pasal 28 tentang kebebasan berorganisasi
2. Konvensi
ILO No. 87 tentang kebebasan berserikat
3. UU
No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja
Bahkan
dalam pasal 5 UU No. 21 Tahun 2000 tegas dinyatakan :
a. Setiap
pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat
buruh
Sedangkan
dalam pasal 28 UU No. 21 Tahun 2000 tentang serikat pekerja/serikat buruh dinyatakan
bahwa, siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk
membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus,
menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak
menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dengan cara:
1. Melakukan
pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau
melakukan mutasi,
2. Tidak
membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh,
3. Melakukan
intimidasi dalam bentuk apapun;
4. Melakukan
kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat buruh.
Dalam
pasal 43 ayat 1 UU No. 21 Tahun 2000 tentang serikat pekerja/serikat buruh
disebutkan bahwa pihak yang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh dalam
pembentukan serikat pekerja/serikat buruh dengan cara melakukan pemutusan
hubungan kerja ataupun manakut-nakuti dikenakan sanksi pidana paling singkat
satu tahun dan paling lama lima tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 100
juta dan paling banyak Rp. 500 juta.
Setelah
melihat urgensi serikat pekerja/serikat buruh serta jaminan yang diberikan UU
atas keberadaan serikat pekerja/serikat buruh ini maka haruslah dibentuk suatu
serikat pekerja/serikat buruh, yang mana
ketentuan mengenai pembentukannya juga diatur dan dilindungi dalam UU No. 21
Tahun 2000.
Berikut
langkah-langkah membentuk serikat pekerja/serikat buruh
1. Kumpulkan
minimal 10 orang untuk membentuk serikat pekerja/serikat buruh,
2. Mendaftarkan
serikat pekerja/serikat buruh ke Dinas Tenaga Kerja berdasarkan domisili
perusahaan,
3. Menginformasikan
kehadiran serikat pekerja/serikat buruh ke manajemen perusahaan dengan
memberikan salinan AD/ART dan nomor bukti pencatatan serikat pekerja/serikat
buruh dari Dinas Tenaga Kerja,
4. Mengkomunikasikan
kehadiran serikat pekerja/serikat buruh kepada karyawan lain dan mengajak serta
menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh yang telah terbentuk,
5. Membuat
buku anggota serikat pekerja/serikat buruh untuk kemudian dibuatkan kartu
anggota serikat pekerja/serikat buruh.
Diharapkan
setelah terbentuknya serikat pekerja/serikat buruh ini, pekerja/buruh dapat menyalurkan aspirasi secara demokratis, pekerja/buruh
mendapat bantuan hukum saat tertimpa masalah dengan perusahaan yang berkatian
dengan hukum dan pemenuhan hak-hak sebagai karyawan, mengembangkan kemampuan,
keahlian, dan ketrampilan pekerja/buruh dalam rangka memajukan perusahaan,
serta memperjuangkan kesejahteraan anggota serikat pekerja/serikat buruh
beserta keluarganya.
admin kalau bisa tolong kirim kan langkah2 flow chart dari tahap awal pembentukan,kemudian tembusan2 untuk mendirikan serikat tersebut.apakah untuk mendirikan serikat tersebut harus melapor ke perusahaan dulu atau langsung ke disnaker kemudian ke perusahaan?
BalasHapusmohon ilmu nya admin
kirim ke
hendrirupat1@gmail.com
hendrirupat2@gmail.com
terima kasih