Selasa, 16 April 2013

Dasar Hukum dan Tata Cara Pembentukan Serikat Pekerja/Serikat Buruh



Tenaga kerja merupakan tulang punggung pembangunan yang dalam hal ini adalah pertumbuhan industri, sehingga kegiatan yang dilakukan mengandung aspek hubungan sosial, hubungan hukum, dan hubungan antar dan inter organisasi yang dapat menimbulkan hak dan kewajiban dan dilaksanakan berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Berdasarkan pasal 27 ayat 2 UUD 1945 Jo. Pasal 1 angka 2 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan disebutkan bahwa Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Sehingga diperlukan suatu sikap sosial yang mencerminkan persatuan nasional, kegotongroyongan, tenggang rasa, dan pengendalian diri, serta sikap mental dari pelaku dalam proses produksi yaitu sikap saling menghormati dan saling mengerti serta memahami hak dan kewajibannya masing-masing. Beginilah hubungan ideal yang diinginkan antara pekerja dan pengusaha.
Atas dasar cita-cita mulia tersebut diatas maka keberadaan tenaga kerja dan pengusaha diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Kemudian dalam UU No. 13 Tahun 2003 pasal 104 ayat 1 dinyatakan bahwa setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh, demikian juga sebaliknya dalam pasal 105 ayat 1 dinyatakan bahwa pengusaha berhak membentuk dan menjadi anggota organisasi pengusaha.

Ketentuan lebih lanjut mengenai serikat pekerja/serikat buruh ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000. Pasal 1 ayat 1 UU No. 21 Tahun 2000 tegas dinyatakan bahwa serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun diluar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggungjawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja dan buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
Melihat beberapa kententuan yang terdapat dalam UU No. 13 Tahun 2003 dan UU No. 21 Tahun 2000, maka sudah seharusnya pekerja/buruh membentuk suatu wadah yang terorganisasi dengan baik guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
Selain daripada itu berikut dasar hukum yang menjamin seseorang dapat aktif berserikat ataupun membentuk serikat pekerja tanpa perasaan takut atau dibatasi oleh pihak manajemen atau pihak-pihak lain :
1.    UUD 1945 Pasal 28 tentang kebebasan berorganisasi
2.    Konvensi ILO No. 87 tentang kebebasan berserikat
3.    UU No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja
Bahkan dalam pasal 5 UU No. 21 Tahun 2000 tegas dinyatakan :
a.  Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh
Sedangkan dalam pasal 28 UU No. 21 Tahun 2000 tentang serikat pekerja/serikat buruh dinyatakan bahwa, siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dengan cara:
1.    Melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi,
2.    Tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh,
3.    Melakukan intimidasi dalam bentuk apapun;
4.    Melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat buruh.
Dalam pasal 43 ayat 1 UU No. 21 Tahun 2000 tentang serikat pekerja/serikat buruh disebutkan bahwa pihak yang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh dalam pembentukan serikat pekerja/serikat buruh dengan cara melakukan pemutusan hubungan kerja ataupun manakut-nakuti dikenakan sanksi pidana paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 100 juta dan paling banyak Rp. 500 juta.
Setelah melihat urgensi serikat pekerja/serikat buruh serta jaminan yang diberikan UU atas keberadaan serikat pekerja/serikat buruh ini maka haruslah dibentuk suatu serikat pekerja/serikat buruh, yang mana ketentuan mengenai pembentukannya juga diatur dan dilindungi dalam UU No. 21 Tahun 2000.
Berikut langkah-langkah membentuk serikat pekerja/serikat buruh
1.    Kumpulkan minimal 10 orang untuk membentuk serikat pekerja/serikat buruh,
2.    Mendaftarkan serikat pekerja/serikat buruh ke Dinas Tenaga Kerja berdasarkan domisili perusahaan,
3.    Menginformasikan kehadiran serikat pekerja/serikat buruh ke manajemen perusahaan dengan memberikan salinan AD/ART dan nomor bukti pencatatan serikat pekerja/serikat buruh dari Dinas Tenaga Kerja,
4.    Mengkomunikasikan kehadiran serikat pekerja/serikat buruh kepada karyawan lain dan mengajak serta menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh yang telah terbentuk,
5.    Membuat buku anggota serikat pekerja/serikat buruh untuk kemudian dibuatkan kartu anggota serikat pekerja/serikat buruh.
Diharapkan setelah terbentuknya serikat pekerja/serikat buruh ini, pekerja/buruh dapat menyalurkan aspirasi secara demokratis, pekerja/buruh mendapat bantuan hukum saat tertimpa masalah dengan perusahaan yang berkatian dengan hukum dan pemenuhan hak-hak sebagai karyawan, mengembangkan kemampuan, keahlian, dan ketrampilan pekerja/buruh dalam rangka memajukan perusahaan, serta memperjuangkan kesejahteraan anggota serikat pekerja/serikat buruh beserta keluarganya.

1 komentar:

  1. admin kalau bisa tolong kirim kan langkah2 flow chart dari tahap awal pembentukan,kemudian tembusan2 untuk mendirikan serikat tersebut.apakah untuk mendirikan serikat tersebut harus melapor ke perusahaan dulu atau langsung ke disnaker kemudian ke perusahaan?
    mohon ilmu nya admin
    kirim ke
    hendrirupat1@gmail.com
    hendrirupat2@gmail.com
    terima kasih

    BalasHapus