Senin, 11 Juni 2012

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

Semestinya tenaga kerja itu merupakan tulang punggung pembangunan yang dalam hal ini adalah pertumbuhan industri, sehingga kegiatan yang dilakukan mengandung aspek hubungan sosial, hubungan hukum, dan hubungan antar dan inter organisasi yang dapat menimbulkan hak dan kewajiban dan dilaksanakan berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.

Berdasarkan pasal 27 ayat 2 UUD 1945 Jo. Pasal 1 angka 2 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan (UUK) disebutkan bahwa Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Sehingga diperlukan suatu sikap sosial yang mencerminkan persatuan nasional, kegotongroyongan, tenggang rasa, dan pengendalian diri, serta sikap mental dari pelaku dalam proses produksi yaitu sikap saling menghormati dan saling mengerti serta memahami hak dan kewajibannya masing-masing. Beginilah hubungan ideal yang diinginkan antara pekerja dan pengusaha.

Atas dasar cita-cita mulia tersebut, maka saya mencoba untuk memaparkan mengenai keberadaan karyawan kontrak sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Karyawan kontrak diartikan sebagai perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), hal ini tertuang dalam pasal 56-60. Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 100/MEN/IV/2004 tentang Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, PKWT adalah perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu. Waktu tertentu disini maksudnya adalah perjanjian kerja yang dibatasi oleh jangka waktu tertentu. Jangka waktu tertentu untuk PKWT ini diatur dalam pasal 59 ayat 4 UUK yaitu untuk paling lama 2 tahun dan boleh diperpanjang 1 kali untuk paling lama 1 tahun. Kemudian mengenai pekerjaan tertentu disini maksudnya adalah pengusaha hanya boleh mempekerjakan karyawan kontrak berdasarkan pada empat jenis dan sifat pekerjaan saja yaitu, 1. Pekerjaan yang selesai sekali atau sementara sifatnya, 2. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya paling lama tiga tahun, 3. Pekerjaan yang bersifat musiman, 4. Pekerjaan yang terkait dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih percobaan atau penjajakan (pasal 59 ayat 1).

Dari dua point penting diatas mengenai waktu tertentu dan pekerjaan tertentu coba kita perhatikan kenyataan yang terjadi dilapangan. Pertama mengenai jangka waktu PKWT apakah sudah sesuai dengan apa yang telah diatur dalam UUK ini? Karena pada kenyataannya banyak karyawan kontrak yang kontrak kerjanya tidak sesuai dengan apa yang diatur dalam UUK yang mensyaratkan bahwa PKWT dibuat paling lama untuk 2 tahun dan bisa diperpanjang untuk paling lama 1 tahun, namun yang terjadi sering kali PKWT itu dibuat dengan diawali pada masa training selama 1 bulan atau mungkin bisa kurang dari itu, kemudian percobaan yang biasanya untuk jangka waktu 3 bulan, setelah itu kontrak pertama yang dimulai dengan 6 bulan atau 1 tahun yang diperpanjang secara berulang-ulang. Maka berdasarkan UUK untuk PKWT yang dibuat semacam ini adalah jelas melanggar hukum yang pertama yaitu mengenai masa training yang tidak dikenal dalam UUK, yang kedua yaitu mengenai masa percobaan, karena percobaan hanya untuk perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT), bahwa PKWT tidak boleh mensyaratkan adanya masa percobaan kerja dan jika terjadi hal tersebut batal demi hukum (pasal 58 ayat 1 dan 2 UUK). Ketiga yaitu mengenai PKWT yang berulang lebih dari 1 kali dan atau PKWT yang melebihi jangka waktu yang ditentukan yaitu hanya untuk 3 tahun, maka untuk PKWT yang melebihi 3 tahun dan atau PKWT yang diperpanjang lebih dari 1 kali secara hukum karyawan yang bersangkutan otomatis menjadi PKWTT atau karyawan tetap tapikan kenyataan dilapangan tidak demikian. 

Untuk point kedua yaitu mengenai pekerjaan tertentu, coba kita perhatikan lagi jenis-jenis pekerjaan yang memperbolehkan pengusaha menggunakan jasa pekerja dari karyawan kontrak apakah sudah mengacu pada UUK? Sehingga untuk PKWT diluar dari ke empat jenis pekerjaan yang dimaksud dalam UUK akibat hukumnya adalah dapat dibatalkan atau batal demi hukum (pasal 52 ayat 2 dan 3) dan terhadap karyawan kontrak yang dimaksud seharusnya secara otomatis menjadi PKWTT atau karyawan tetap, lagi-lagi kenyataan yang ditemukan tidak demikian.

Itulah sekelumit masalah karyawan kontrak yang belum terselesaikan. Dengan keadaan yang sedemikian rupa tentunya karyawan selalu ada pada posisi yang lemah dan cenderung pesimis, pasrah pada nasib, dengan berpikiran untung masih punya pekerjaan daripada menganggur. Kondisi inilah yang mendorong karyawan tersebut secara sukarela manandatangani surat PKWT yang disodorkan secara berulang-ulang atau yang jika diakumulasikan telah melewati jangka waktu 3 tahun. 

Bagi pengusaha sikap pesimis dari karyawan tadi adalah jalan untuk memperpanjang secara terus menerus kontraknya dengan alasan bahwa telah terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak dan itu masuk kepada ranah privat. Bagi saya itu hanyalah kecerdikan pengusaha saja dengan memanfaatkan kepasrahan karyawan tadi, padahal jika ditinjau dari segi hukum jelas-jelas perbuatan yang dimaksud telah melanggar hukum perjanjian itu sendiri karena walaupun perjanjian itu adalah kesepakatan kedua belah pihak tetapi haruslah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan yaitu tidak boleh melanggar ketertiban umum, melanggar kesusilaan, melanggar UU. Maka terhadap PKWT yang diperpanjang lebih dari 1 kali dan atau melebihi jangka waktu 3 tahun adalah melanggar ketentuan yang terdapat dalam UUK. Walaupun perjanjian yang dimaksud berada pada ranah privat antara karyawan dan pengusaha.

Lantas kemanakah peran dari pengawasan ketenagakerjaan yang katanya mempunyai tugas mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan ini? Karena sampai saat ini masih banyak ditemui pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam UUK yang notabene merugikan hak-hak karyawan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar