Pada
tulisan terdahulu saya menuliskan tentang yurisprudensi sesat, sudah barang tentu yurisprudensi ini juga yang akan dimanfaatkan oleh Jaksa sebagai salah satu dasar hukum
dalam rangka memajukan kasasi kepada Mahkamah Agung (MA) terhadap putusan
bebas, tentunya putusan bebas yang dimaksud adalah putusan bebas tidak murni
atau yang merupakan pelepasan dari segala tuntutan hukum. Bagaimanakah Jaksa
memanfaatkan yurisprudensi ini sebagai salah satu dasar hukum tentunya akan
dimuat dalam memori kasasi yang akan diajukan ke MA, berikut akan saya jabarkan
mengenai strategi Jaksa untuk mengajukan upaya hukum kasasi agar dapat diterima
oleh MA.
Hal
pertama yang dipahami oleh Jaksa dalam hal memajukan kasasi tentunya adalah
Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yaitu pasal 67 dan 244, dalam
pasal 67 dinyatakan bahwa terhadap putusan bebas dan lepas dari segala tuntutan
hukum tidak dapat dimintakan banding, namun pasal 244 KUHAP hanya terhadap
putusan bebas yang tidak dapat dimintakan kasasi, maka terhadap putusan lepas
dari segala tuntutan hukum dapat dimintakan kasasi. Dari penafsiran ke dua
pasal inilah Jaksa menyimpulkan bahwa kasasi dapat dilakukan terhadap putusan
Pengadilan Negeri yang memutus lepas dari segala tuntutan hukum langsung dapat
di ajukan kasasi tanpa proses banding terlebih dahulu. Dari dasar hukum yang
digunakan Jaksa sebagai upaya hukum kasasi saya katakan penafsiran yang
dipaksakan yaitu menghubung-hubungkan antar 2 pasal yang sama sekali berbeda
karena pasal 67 adalah upaya hukum banding sedangkan pasal 244 adalah upaya
hukum kasasi dan saya beranggapan menghubung-hubungkan kedua pasal ini adalah
sesuatu yan dipaksakan dan mencari-cari celah hukum belaka, celah apakah yang
dimanfaatkan Jaksa yaitu celah hukum yang terdapat dalam pasal 244 hanya
terhadap putusan bebas saja yang tidak boleh diajukan kasasi, maka atas dasar
itulah Jaksa beranggapan kasasi dapat diajukan terhadap putusan lepas dari
segala tuntutan hukum atau putusan yang memuat bahwa putusan bebas itu adalah
putusan bebas tidak murni yang diperkuat oleh Surat Keputusan Menteri Kehakiman
No. M. 14-PW.07.03 Tahun 1983 Tentang Tambahan Pedoman Pelaksanaan KUHAP. Maka untuk penafsiran yang semacam ini ada
baiknya diajukan uji materil atas pasal 244 KUHAP ini ke Mahkamah Konstitusi
sehingga tidak menjadi perdebatan panjang mengenai boleh tidaknya Jaksa mengajukan
kasasi atas putusan bebas, selain daripada itu KUHAP sendiri tidak mengenal
adanya putusan bebas tidak murni atau putusan bebas murni.
Beranjak
dari penafsiran awal tadi maka Jaksa dalam menyusun memori kasasi akan
lebih menekankan pada pasal 244 KUHAP yang menilai bahwa putusan bebas pada
tingkat Pengadilan Negeri adalah putusan bebas tidak murni, dengan
menghubungkannya pada Surat Keputusan Menteri Kehakiman No. M. 14-PW.07.03
Tahun 1983 butir 19 yang menyatakan, “Terhadap putusan bebas tidak dapat
dimintakan banding tetapi berdasarkan situasi dan kondisi, demi hukum, keadilan
dan kebenaran, terhadap putusan bebas dapat dinyatakan kasasi, hal ini akan
didasarkan pada yurisprudensi.” Maka atas dasar inilah Jaksa akan meneliti
apakah putusan bebas itu merupakan putusan bebas tidak murni atau putusan bebas
murni hal ini erat kaitannya akan diterima atau ditolaknya memori kasasi Jaksa oleh MA,
tiga hal yang akan dianalisa untuk mengetahui putusan itu bebas tidak murni
adalah dengan memperhatikan, apakah pembebasan tersebut didasarkan pada
penafsiran yang keliru terhadap sebutan tindak pidana yang dimuat dalam surat
dakwaan dan bukan didasarkan pada tidak terbuktinya suatu unsur perbuatan yang
didakwakan, pembebasan tersebut sebenarnya adalah merupakan putusan lepas dari
segala tuntutan hukum, dan pengadilan dalam menjatuhkan putusannya telah
melampaui batas wewenangnya.
Setelah
selesai dengan penelitian mengenai putusan bebas terhadap suatu perkara pidana
dan Jaksa berkeyakinan bahwa putusan bebas yang dimaksud adalah termasuk
putusan bebas tidak murni, maka Jaksa akan menyatakan alasannya memajukan
kasasi dengan mengacu pada pasal 253 KUHAP yaitu, suatu peraturan hukum tidak
diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya, cara mengadili tidak
dilaksanakan menurut ketentuan-ketentuan undang-undang, pengadilan telah
malampaui batas wewenangnya. Selain dari pada alasan itu juga dicantumkan
alasan-alasan lainnya yaitu berbagai yurisprudensi terkait diterimanya suatu
kasasi terhadap putusan bebas oleh MA.
Itulah
beberapa strategi Jaksa dalam penggunaan upaya hukum kasasi terhadap putusan bebas,
ditolak atau diterimanya kasasi tersebut tergantung pada kemampuan Jaksa
membuktikan bahwa putusan yang dikasasinya adalah merupakan pembebasan yang
tidak murni sifatnya, kemudian alasan-alasan daripada diajukannya kasasi
seperti yang tertuang dalam pasal 253 KUHAP, apakah juga dapat dibuktikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar