Pada
kesempatan ini saya mau membahas apa itu beleid
yang akhir-akhir ini sering kita dengar mengenai pejabat negara koruptif
berlindung dibalik kebijakan atau beleid.
Sebelum masuk pada pokok bahasan ada baiknya kita pahami terlebih dahulu apa
itu belied serta apa yang mendorong
pejabat negara membuat beleid.
Kebijakan
atau beleid adalah sesuatu yang
timbul sebagai akibat dari adanya kewenangan badan atau pejabat tata usaha negara
mengeluarkan peraturan kebijakan atau beleidsregel.
Adanya peraturan kebijakan ini bersumber atas kewenangan bebas pemerintah
yang dikenal dengan istilah freis
ernessen. Kemudian timbul pertanyaan kenapa freis ernessen ini diberikan kepada negara hal ini dimaksudkan
sebagai suatu kebutuhan dalam mengisi praktek tata usaha negara dimana
tindakannya tersebut tidak dituntun secara tuntas oleh suatu peraturan perundang-undangan
yang ada sehingga kemudian memberikan ruang bergerak bagi pejabat atau badan
administrasi negara tanpa sepenuhnya dituntut oleh peraturan
perundang-undangan. Di Indonesia freis
ernessen merupakan pemberian tugas kepada pemerintah untuk merealisasikan
tujuan negara seperti yang termuat dalam alinea keempat pembukaan UUD 1945. Walaupun
pemerintah diberikan kewenangan bebas atau freis
ernessen namun dalam suatu negara hukum penggunaannya harus dalam
batas-batas yang dimungkinkan oleh hukum yang berlaku. Menurut para ahli dalam
penggunaan freis ernessen haruslah
ada batasan-batasannya diantara lain, tidak boleh bertentangan dengan kaedah hukum
positif yang berlaku, hanya ditujukan demi kepentingan umum, dapat
dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung
tinggi harkat dan derajat martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan
keadailan, mengutamakan persatuan dan kesatuan, demi kepentingan bersama. Sampai
disini rasanya cukuplah pengetahuan kita mengenai apa itu beleid dan apa yang mendorong lahirnya beleid.
Maka
akhirnya masuklah kita pada pokok bahasan yang ingin dibahas yaitu peraturan
kebijakan atau beleidsregel yang terjebak dalam lingkaran Hukum Pidana. Mengapa
bisa terjadi? Hal ini tidak terlepas dari perbedaan pandangan dikalangan
ilmuwan hukum mengenai kedudukan peraturan kebijakan dalam hukum. Dimana
sebagian dari ilmuwan memandang peraturan kebijakan adalah sebagai aturan hukum
yang sah karena memilih alasan-alasan pembenar yang dapat dipertanggungjawabkan
secara hukum yaitu apabila sesuai dengan asas freis ernessen demikian pula sebaliknya peraturan kebijakan dapat
ditolak dengan alasan yang sama yaitu bertentangan dengan asas-asas freis ernessen itu sendiri. Kalangan
ilmuwan lain menganggap bukan sebagai aturan hukum karena peraturan kebijakan
tidak didasarkan pada kententuan yang tegas-tegas bersumber dari atribusi atau delegasi
undang-undang sedangkan aturan hukum tegas dan jelas diperintahkan
pembentukannya oleh peraturan perundang-undangan tingkat atasan atau bersifat
atribusi dan delegasi sehingga peraturan kebijakan masuk dalam lingkup Hukum
Administrasi Negara. Selain perbedaan diatas perbedaan yang paling mendasar
ialah pemaknaan kata detournement de
povour (penyalahgunaan wewenang) dan abus
de droit (sewenang-wenang) dalam Hukum Administrasi Negara sedang dalam Hukum
Pidana dikenal dengan wederrectelijheid (menyalahgunakan
kewenangan) maka permasalahan yang akan timbul adalah ketika pejabat negara melakukan
perbuatan yang dianggap menyalahgunakan kewenangan dan melawan hukum maka
perbuatan yang dimaksud masuk ke ranah Hukum Administrasi Negara atau Hukum Pidana
khususnya dalam perkara-perkara Tindak Pidana Korupsi.
Akhirnya
sampailah saya pada kesimpulan mengapa kebijakan atau beleid terjebak dalam lingkaran Hukum Pidana, hal ini didasarkan
pada pandangan yang mengatakan bahwa peraturan kebijakan adalah sebagai aturan hukum
sehingga terhadapnya memungkinkan untuk dimintakan pertanggunggjawaban hukum bukan
hanya dari Hukum Administrasi Negara tapi juga dari Hukum Perdata dan Hukum Pidana
khususnya. Kemudian adanya silang pendapat dari para ahli hukum dalam
menentukan suatu perbuatan melawan hukum terhadap penyalahgunaan kewenangan aparatur
negara apakah masuk kedalam domainnya Hukum Administrasi Negara atau Hukum Pidana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar