Belakangan
banyak kalangan yang mengeluhkan mengenai lambannya proses hukum penanganan
tindak pidana korupsi. Sehingga banyak yang mengusulkan agar terhadap koruptor selain
dijerat dengan Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juga dengan Undang-undang
Tindak Pidana Pencucian Uang ( UU TPPU) selain sanksi pidananya yang berat juga
dianggap sangat efektif dalam membongkar kasus-kasus korupsi besar yang terjadi
di negeri ini.
Maka atas dasar itulah saya ingin mencoba untuk mengulas seberapa efektifkah penerapan Undang-undang
Nomer 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang untuk menjerat para pelaku korupsi. Pencucian uang secara umum diartikan
suatu upaya perbuatan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang/dana
atau harta kekayaan hasil tindak pidana melalui berbagai transaksi keuangan
agar uang atau harta kekayaan tersebut tampak seoalah olah berasal dari
kegiatan yang sah/legal. Dalam UU No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang disebutkan pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi
unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini dan
salah satu unsur tindak pidana yang dimaksud dalam UU ini adalah korupsi (pasal
2 ayat 1). Dalam UU ini pencucian uang dibedakan dalam tiga tindak pidana,
pertama tindak pidana pencucian uang aktif, kedua tindak pidana pencucian uang
pasif, ketiga bagi mereka yang menikmati hasil tindak pidana pencucian uang. Berikut
penjelasan ketiga tindak pidana ini.
Tindak
pidana pencucian uang aktif yaitu setiap orang yang menempatkan, mentransfer,
mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke
luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan uang uang atau surat berharga
atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 dengan
tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan.
Tindak
pidana pencucian uang pasif dikenakan kepada setiap orang yang menerima atau
menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan,
penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana yang dimaksud pasal 2 ayat
1. Hal ini dianggap juga sama dengan melakukan pencucian uang, tetapi
dikecualikan bagi pihak pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan
sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
Bagi
mereka yang menikmati hasil tindak pidana pencucian adalah setiap orang yang
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber lokasi, peruntukan,
pengalihan hak-hak atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 ayat 1. Hal ini juga dianggap sama dengan melakukan
pencucian uang.
Melalui
pasal 2 ayat 1 ini aparat penegak hukum diharapkan bisa masuk untuk menyeret
koruptor yang malakukan korupsi secara berjemaah kepengadilan. Dengan memperhatikan
transaksi keuangan tersangka yang mencurigakan atas dasar laporan dari Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), yang diketahui atau patut diduga
merupakan hasil dari tindak pidana khususnya tindak pidana korupsi dalam permasalahan
yang sedang kita bahas, dengan demikian aparat penegak hukum akan lebih mudah untuk
mengungkap suatu tindak pidana korupsi dan orang-orang yang terlibat berdasar
dari laporan PPATK tadi. Walaupun demikian aparat penegak hukum harus tetap
memperhatikan UU Tipikor dalam rangka membuktikan dugaan bahwa harta kekayaan
yang dimaksud adalah hasil dari tindak pidana korupsi karena dengan terbuktinya
sangkaan awal inilah akan membuka tabir korupsi itu mengenai kemana saja aliran dana korupsi itu mengalir dan siapa saja yang terlibat. Selain daripada itu aparat
penegak hukum juga didukung oleh pasal 75 UU Nomor 8 Tahun 2010 TPPU yang
menyatakan jika penyidik menemukan bukti permualaan yang cukup terjadinya tindak
pidana pencucian uang dan tindak pidana asal (korupsi) maka penyidik bisa
menggabungkan penyidikannya. Maka jelaslah bahwa pasal 75 ini memerintahkan
menggabungkan UU Tipikor dan UU TPPU. Jika ini dilakukan maka akan sangat
efektif dalam membongkar suatu perkara korupsi beserta orang-orang yang
terlibat didalamnya, karena aparat penegak hukum hanya tinggal mengurai kepada
siapa saja aliran dana hasil korupsi itu mengalir dan bagi yang terlibat akan
merasakan akibat hukumnya apakah ia tergolong yang aktif, pasif, atau menikmati
tindak pidana pencucian uang dalam kaitannya dengan tindak pidana korupsi.
Maka
dari ulasan tersebut terjawablah sudah pertanyaan diawal tulisan ini bahwa
penerapan UU Nomer 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang sangatlah efektif untuk membongkar tindak pidana korupsi
terutama yang dilakukan secara bersama-sama atau korupsi berjemaah dengan tetap
tidak mengesampingkan UU Tipikor itu sendiri. Maka sudah saatnya kita menunggu keberanian
dan keseriusan aparat penegak hukum dalam mengimpelementasikan UU nomor 8 tahun
2010 ini dalam rangka mencegah dan memberantas korupsi yang sudah semakin berkembang
secara sistemik.
iya sama2 semoga bermanfaat
BalasHapus