Kamis, 10 Mei 2012

Penyertaan Dalam Delik

Fenomena baru mulai terjadi antar lembaga penegak hukum kita saat ini. Fenomena yang terjadi yaitu perlombaan antar lembaga penegak hukum dimana antara kepolisian dan KPK saling berlomba lomba untuk lebih dulu menetapkan seseorang sebagai tersangka khususnya dalam kasus korupsi. 

Satu lembaga sudah menetapkan seseorang sebagai tersangka dan satu lembaga lainnya belum menetapkan apa-apa, inilah akibatnya jika tidak adanya koordinasi antara satu sama lainnya sehingga yang dikedepankan hanya ego masing-masing lembaga untuk membuktikan ke publik lembaga penegak hukum mana yang paling hebat demi pencitraan lembaga masing-masing.


Celakanya demi pencitraan itu, tidak lagi peduli apakah norma-norma hukum yang diterapkan untuk menjerat si pelaku tindak pidana korupsi tdak cukup ampuh. Kita liat saja nanti hasilnya akan seperti apa dan saya sangat yakin sekali terhadap mereka yang hanya mencari pencitraan untuk lembaganya akan malu sendiri atas kelakuannya karena pasal-pasal yg disangkakan lemah dalam menafsirkannya khususnya penerapan  pasal 2 ayat 1 dan pasal 3  Undang-undang Nomer 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-undang Nomer 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Tindak Pindana Korupsi yang dikaitkan dengan pasal 56 ayat 1 dan 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pindana (KUHP) mengenai penyertaan dalam delik.

Maka dalam kesempatan ini saya ingin mencoba menuliskan sedikit pengetahuan saya mengenai penyertaan dalam delik. Ketentuan pidana dalam KUHP tentang penyertaan dalam delik ini di atur dalam pasal 56 ayat 1 dan 2 sebagai berikut:
"Dihukum sebagai pembantu-pembantu didalam suatu kejahatan, yaitu: 
1. mereka yang dengan sengaja telah memberikan bantuan dalam melakukan kejahatan tersebut
2. mereka yang dengan sengaja telah memberikan kesempatan, sarana-saran atau keterangan-keterangan untuk melakukan kejahatan tersebut."

Dalam pasal 56 KUHP ini dijumpai beberapa perkataan seperti uitlokking (menggerakkan orang lain) medeplichtigheid  (pembantu) yang kesemuanya itu adalah bentuk-bentuk dari deelneming (penyertaan) berikut saya uraikan satu persatu:

1. uitlokking (menggerakkan orang lain)
utilokking adalah mereka yang menggerakkan untuk melakukan suatu tindakan dengan daya dan upaya. Dengan kata lain, suatu tindak pidana tidak akan terjadi bila inisiatif tidak ada pada penggerak. Penggerak ini harus dianggap sebagai petindak dan harus dipidana sepadan dengan pelaku yang secara fisik menggerakkan terjadinya suatu tindak pidana.
2. medeplichtigheid  (pembantu)
medeplichtigheid  (pembantu) dalam ketentuan pasal 56 KUHP ada dua jenis yaitu pembantuan pada saat kejahatan dilakukan dan pembantuan sebelum kejahatan dilakukan dengan cara memberi kesempatan, sarana atau keterangan.

Dari uraian ini dapatlah disimpulkan bahwa mengaitkan Undang-undang Nomer 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-undang Nomer 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Tindak Pindana Korupsi pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 dengan pasal 56 ayat 1 dan 2 KUHP haruslah benar-benar secara cermat serta secara mendalam memahami setiap unsur-unsur delik yang terkandung di dalam pasal 56 ayat 1 dan 2 KUHP tersebut, sehingga tidak terjadi penafsiran unsur-unsur delik yang terkandung dalam Undang-undang secara serampangan dan berakibat akan lolosnya para pelaku tindak pidana korupsi dari jerat hukum.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar