Fenomena baru mulai terjadi antar lembaga
penegak hukum kita saat ini. Fenomena yang terjadi yaitu perlombaan antar
lembaga penegak hukum dimana antara kepolisian dan KPK saling berlomba lomba
untuk lebih dulu menetapkan seseorang sebagai tersangka khususnya dalam kasus
korupsi.
Satu lembaga sudah menetapkan seseorang sebagai
tersangka dan satu lembaga lainnya belum menetapkan apa-apa, inilah akibatnya
jika tidak adanya koordinasi antara satu sama lainnya sehingga yang
dikedepankan hanya ego masing-masing lembaga untuk membuktikan ke publik
lembaga penegak hukum mana yang paling hebat demi pencitraan lembaga
masing-masing.
Celakanya demi pencitraan itu, tidak lagi
peduli apakah norma-norma hukum yang diterapkan untuk menjerat si pelaku tindak
pidana korupsi tdak cukup ampuh. Kita liat saja nanti hasilnya akan seperti apa
dan saya sangat yakin sekali terhadap mereka yang hanya mencari pencitraan untuk
lembaganya akan malu sendiri atas kelakuannya karena pasal-pasal yg disangkakan
lemah dalam menafsirkannya khususnya penerapan pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 Undang-undang Nomer
31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah
dengan Undang-undang Nomer 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Tindak Pindana Korupsi yang dikaitkan dengan pasal
56 ayat 1 dan 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pindana (KUHP) mengenai penyertaan
dalam delik.
Maka dalam kesempatan ini saya ingin mencoba menuliskan sedikit
pengetahuan saya mengenai penyertaan dalam delik. Ketentuan pidana dalam KUHP
tentang penyertaan dalam delik ini di atur dalam pasal 56 ayat 1 dan 2 sebagai
berikut:
"Dihukum sebagai pembantu-pembantu didalam suatu kejahatan,
yaitu:
1. mereka yang dengan sengaja telah memberikan bantuan dalam
melakukan kejahatan tersebut
2. mereka yang dengan sengaja telah memberikan kesempatan,
sarana-saran atau keterangan-keterangan untuk melakukan kejahatan
tersebut."
Dalam pasal 56 KUHP ini dijumpai beberapa perkataan
seperti uitlokking (menggerakkan
orang lain) medeplichtigheid
(pembantu) yang kesemuanya itu adalah bentuk-bentuk dari deelneming (penyertaan) berikut saya uraikan
satu persatu:
1. uitlokking (menggerakkan orang lain)
utilokking adalah mereka yang menggerakkan untuk melakukan suatu tindakan
dengan daya dan upaya. Dengan kata lain, suatu tindak pidana tidak akan terjadi
bila inisiatif tidak ada pada penggerak. Penggerak ini harus dianggap sebagai
petindak dan harus dipidana sepadan dengan pelaku yang secara fisik
menggerakkan terjadinya suatu tindak pidana.
2. medeplichtigheid (pembantu)
medeplichtigheid
(pembantu) dalam ketentuan pasal 56 KUHP ada dua jenis yaitu pembantuan pada
saat kejahatan dilakukan dan pembantuan sebelum kejahatan dilakukan dengan cara
memberi kesempatan, sarana atau keterangan.
Dari uraian ini dapatlah disimpulkan bahwa mengaitkan
Undang-undang Nomer 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
yang telah diubah dengan Undang-undang Nomer 20 Tahun 2001 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Tindak Pindana Korupsi pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 dengan
pasal 56 ayat 1 dan 2 KUHP haruslah benar-benar secara cermat serta secara
mendalam memahami setiap unsur-unsur delik yang terkandung di dalam pasal 56 ayat 1 dan 2 KUHP tersebut,
sehingga tidak terjadi penafsiran unsur-unsur delik yang terkandung dalam
Undang-undang secara serampangan dan berakibat akan lolosnya para pelaku tindak
pidana korupsi dari jerat hukum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar