Jumat, 11 Mei 2012

Ketentuan pidana dalam UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya terhadap perlindungan satwa

Satwa liar dan langka yang dilindungi di Indonesia dari tahun ke tahun semakin menurun jumlahnya dan ada beberapa spesies yang mendekati kepunahan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya perburuan, perdagangan, pemalakan hutan, kebakaran hutan dan pembangunan pemukiman serta faktor-faktor lainnya. Jika keadaan demikian terus dibiarkan satwa-satwa liar dan langka tersebut benar-benar akan punah bila tidak ada tindakan nyata yang serius dari berbagai pihak khususnya pemerintah dalam mencegah satwa liar dari ancaman kepunahan.

Jika ditilik dari segi hukum maka berikut undang-undang, peraturan-peraturan pemerintah, peraturan mentri dan konvensi internasional yang telah diratifikasi yang mengatur mengenai keberadaan satwa diantaranya:
  1.  Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya
  2. PP 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa
  3.  PP 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa, Jenis Tumbuhan dan Satwa
  4.  PP No.13 Tahun 1994 Tentang Perburuan Satwa Buru
  5. SK Menhut no. 447/Kpts-II/2003 tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran tumbuhan dan satwa liar
  6. Permenhut P.19/Menhut-II/2005 tentang Penangkaran tumbuhan dan satwa liar
  7. Permenhut P.52/Menhut-II/2006 tentang Peragaan tumbuhan dan satwa liar dilindungi
  8. Permenhut P.53/Menhut-II/2006 tentang Lembaga Konservasi
  9. CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) yang telah diratifikasi dengan Keputusan Pemerintah No. 43 Tahun 1978

Menarik untuk disimak yaitu mengenai ketentuan pidana yang ada dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE) yaitu pasal 40 ayat 1, 2, 3, 4, dan 5, dalam ketentuan pidana yang terdapat dalam UU Nomor 5 tahun 1990 ini pada ayat 5 nya membagi tindak pidana ke dalam 2 golongan yaitu tindak pidana dikatakan sebagai kejahatan untuk ayat 1 dan 2 dan tindak pidana dikatakan sebagai pelanggaran untuk ayat 3 dan 4 pada kesempatan ini saya akan lebih memfokuskan pembahasan pada ayat 2 yakni tindak pidana yang dikatakan sebagai kejahatan yang dikhususkan lagi terhadap ancaman pidana yang berkaitan dengan keberadaan satwa yaitu pasal 40 ayat 2 yang unsur-unsur deliknya merupakan akibat hukum atas perbuatan pidana yang terdapat pada pasal 21 ayat 2 UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang KSDAHE.

Dalam UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang KSDAHE pasal 40 ayat 2 menyatakan: “Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).”

Berikut uraian mengenai perbuatan mana saja yang dikategorikan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara dalam pasal 40 ayat 2 UU KSDAHE yang unsur-unsur deliknya merupakan akibat hukum atas perbuatan pidana yang terdapat dalam pasal 21 ayat 2:
  1. Menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup,
  2. menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati,
  3. mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia,
  4. memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya  dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia,
  5. mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan mengambil atau sarang satwa yang dilindungi.

Dari uraian ini maka setiap orang yang melakukan kejahatan-kejahatan tersebut diatas akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Dari pola ancaman pidana yang diterapkan dalam pasal 40 ayat 2 ini sesuai dengan sistem yang dianut dalam KUHP yaitu sistem maksimal dalam merumuskan ancaman pidana, karena sudah dirancang oleh pembuat undang-undang bahwa ancaman pidana penjara untuk kejahatan-kejahatan diatas maksimal 5 tahun penjara maka tidaklah mungkin kita akan mandapatkan orang-orang yang melakukan kejahatan yang dimaksud, diancam pidana penjara diatas lima tahun. Dengan ancaman pidana penjara yang begitu rendah, maka pertanyaannya sekarang adalah apakah mampu bangsa Indonesia menghindari satwa liar dari kepunahan yang masih mengacu pada Undang-Undang yang telah usang ditambah lagi dengan aparatur negara yang ogah-ogahan dalam menangani kejahatan terhadap satwa. Maka akhirnya saya berkesimpulan sudah saatnya UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya diubah dengan menitikberatkan pada ancaman pidana yang lebih berat serta lebih merinci setiap ancaman pidana berdasar pada Apendiks CITES demi terjaganya kelestarian satwa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar